Surakarta – Dalam sesi kedua Rapat Koordinasi Nasional (RAKORNAS) VII Pesantren Muhammadiyah, Ketua PWM Jawa Tengah Tafsir memberikan pencerahan berharga mengenai pentingnya kemandirian ekonomi pesantren. RAKORNAS yang bertema “Membangun Kemandirian Pesantren Muhammadiyah melalui Pendaayagunaan Wakaf dan Pengembangan Ekonomi” ini, dilaksanakan di Edutorium UMS dan menjadi wadah strategis bagi pengembangan pesantren di masa depan.
Dalam ceramahnya, Tafsir mengungkapkan keprihatinan mendalam terhadap kondisi masyarakat saat ini, khususnya dalam hal ketersediaan lapangan kerja. Beliau menyatakan bahwa Muhammadiyah, sebagai organisasi yang memiliki pengaruh luas, harus memainkan peran aktif dalam menciptakan peluang kerja. “Muhammadiyah harus berperan aktif dalam membuka peluang kerja,” tegas Tafsir, menekankan pentingnya kontribusi organisasi dalam mengatasi tantangan ekonomi.
Salah satu penekanan utama Tafsir adalah perlunya pendekatan baru dalam pendidikan santri. Beliau mendorong pimpinan pesantren untuk memperluas cakupan pendidikan santri dengan memasukkan aspek ekonomi. “Kita harus mengajak santri ke pasar,” ungkap Tafsir. Menurutnya, mengenalkan santri pada dinamika ekonomi tidak hanya akan memperluas wawasan mereka tetapi juga memungkinkan mereka memberikan kontribusi lebih besar kepada masyarakat.
Lebih lanjut, Tafsir menggarisbawahi pentingnya keseimbangan antara kejujuran dan profesionalisme. Beliau menyoroti bahwa meskipun kejujuran adalah nilai yang sangat penting, profesionalisme juga harus menjadi bagian dari budaya kerja. “Banyak orang yang jujur namun tidak profesional, dan ini merupakan tantangan yang harus dihadapi. Kejujuran saja tidak cukup,” ujar Tafsir, Selasa (27/8/24). Menurutnya, membudayakan profesionalisme dalam setiap langkah adalah kunci untuk mencapai kesuksesan.
Tafsir juga mengingatkan peserta tentang kehidupan dunia yang singkat namun sangat berpengaruh terhadap nasib di akhirat. Beliau menjelaskan bahwa dunia merupakan tempat ujian yang akan menentukan apakah seseorang akan berada di surga atau neraka di masa depan. Oleh karena itu, pendidikan santri harus mencakup tidak hanya aspek ibadah, tetapi juga aspek kehidupan yang lebih luas, termasuk ekonomi. “Pendidikan santri tidak hanya berorientasi pada ibadah semata, tetapi juga harus mencakup aspek-aspek kehidupan yang lebih luas,” jelas Tafsir.
Di akhir ceramahnya, Tafsir mengajak seluruh pimpinan pesantren Muhammadiyah untuk terus berinovasi dan memanfaatkan potensi wakaf serta pengembangan ekonomi sebagai pilar kemandirian. Beliau optimis bahwa dengan langkah-langkah ini, pesantren Muhammadiyah akan mampu berdiri kokoh dan memberikan kontribusi signifikan terhadap kemandirian ekonomi persyarikatan, khususnya dalam konteks pesantren.