Surakarta – Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) VII Pesantren Muhammadiyah memasuki hari kedua pada Rabu, (28/8/2024). Acara yang digelar di Ruang Meeting Lt.2 Gedung Edutorium KH Ahmad Dahlan, Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), ini menghadirkan Sa’ad Ibrahim, Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, sebagai pembicara utama. Dalam sesi tersebut, Sa’ad memaparkan pentingnya pendayagunaan wakaf dan pengembangan unit usaha dalam upaya mencapai kemandirian pesantren Muhammadiyah.
Rakornas yang diselenggarakan selama tiga hari ini, mulai dari 27 hingga 29 Agustus 2024, berkolaborasi dengan Lembaga Pengembangan Pesantren PP Muhammadiyah (LP2PPM). Acara ini dihadiri oleh sekitar 250 tamu undangan, termasuk para pengurus pesantren dari berbagai wilayah di Indonesia.
Dalam pemaparannya, Sa’ad Ibrahim menekankan bahwa kemandirian ekonomi merupakan salah satu pilar utama dalam pengembangan pesantren. Ia mengawali materi dengan mengingatkan bahwa semua yang dimiliki manusia sejatinya adalah pinjaman dari Allah SWT. “Pemilik hakiki alam semesta ini adalah Allah SWT, dan sebagian dari kepemilikan-Nya (bumi dan seisinya) didelegasikan kepada manusia,” ujar Sa’ad.
Sa’ad menegaskan bahwa manusia harus selalu sadar bahwa apa yang dimiliki saat ini hanyalah titipan, yang sewaktu-waktu dapat diambil kembali oleh Allah SWT. Oleh karena itu, manusia harus bijak dalam mengelola apa yang dimilikinya.
Ia menjelaskan tiga cara utama dalam memperoleh kepemilikan menurut perspektif Islam. Pertama, kepemilikan bisa diperoleh melalui eksplorasi sesuatu yang bersifat mubah. Misalnya, ketika seseorang memancing di sungai atau laut, ikan yang diperoleh menjadi miliknya karena ikan tersebut bersifat mubah. “Demikian pula jika kita menemukan batu yang bagus yang asalnya tidak dimiliki oleh siapapun, lalu kita ambil, itu lalu menjadi milik kita,” tambahnya.
Kedua, kepemilikan bisa diperoleh melalui transaksi, seperti jual beli, hibah, atau wakaf. Sa’ad menggarisbawahi konsep wakaf, yang sering kali disalahpahami oleh banyak orang. “Sering orang mengatakan tanah-tanah yang diwakafkan itu milik Muhammadiyah, tidak,” tegas Sa’ad. Menurutnya, wakaf adalah bentuk pengembalian kepemilikan kepada Allah SWT, bukan kepada manusia atau organisasi.
Ia menekankan bahwa prinsip wakaf adalah tidak diwariskan, tidak dijual, dan tidak diberikan. Namun, hasil dari aset wakaf tersebut dapat dibagikan untuk kemaslahatan umat. Sa’ad memberikan contoh tentang Umar Ibnu Khattab yang mewakafkan tanah di Khaibar, di mana hasil dari pohon kurma di tanah tersebut dibagikan, sedangkan tanahnya tetap menjadi wakaf.
Ketiga, kepemilikan bisa diperoleh melalui warisan. Ketika seseorang wafat, harta yang ditinggalkannya bisa dibagikan sebagian sebagai wasiat dan sebagian lainnya sebagai warisan kepada ahli waris yang berhak.
Melalui pemaparannya, Sa’ad Ibrahim berharap agar para pengelola pesantren Muhammadiyah mampu memanfaatkan wakaf dan mengembangkan unit usaha secara optimal. Dengan demikian, pesantren dapat mencapai kemandirian ekonomi yang tidak hanya bermanfaat bagi internal pesantren, tetapi juga bagi masyarakat luas.